Minggu, 22 Februari 2009

Politisi Perlu Pendidikan Politik

Fraksi-fraksi di partai politik Indonesia tidak dikanalisasi dan diinstitusionalisasi dengan baik. Akibatnya, yang terjadi adalah munculnya "gerombolan-gerombolan liar" yang saling jegal dan mengkhianati komitmen demokrasi. Pendidikan politik menjadi penting tidak hanya buat rakyat, tetapi juga politisi sendiri.

"Demokrasi, tidak bisa tidak, harus dimulai dari partai politik. Demokrasi jadi nonsens selama tidak ada konsolidasi demokrasi dalam partai

Berbagai konflik pascakongres dan muktamar, terjadi karena konsolidasi dan kaderisasi yang belum selesai bertautan dengan faksionalisme dan menguatnya pragmatisme politik. Orientasi politik bukan berdasarkan komitmen ideologis, tetapi kekuasaan sementara, yang berjalan berbarengan dengan lemahnya sistem perekrutan dan kaderisasi yang belum solid.
Dengan mudah orang-orang yang punya kekuatan tawar berupa ekonomi bisa mem-bypass prosedur partai yang rapuh. "Kemenangan Jusuf Kalla dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar memberi preseden tentang bypass tersebut. Kasus itu menimbulkan efek menular (contagious effect) pada partai lain,

Menurut sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Francisia SSE Seda, proses institusionalisasi partai politik di Indonesia memang belum berjalan baik. Ini ditunjukkan dengan tidak ditaatinya aturan internal yang disepakatinya sendiri. Seharusnya, politisi bukan hanya menggunakan partai politik sebagai kendaraan untuk mendapat kekuasaan, tetapi menjadikannya sebagai organisasi politik profesional dan modern. "Idealnya partai politik itu tidak usah terlalu banyak. Untuk demokratisasi itu bukan perkembangan yang positif," katanya. "Proses institusionalisasi dan mekanisme prosedur internal partai politik belum mapan sehingga orang bisa melakukan tandingan, membuat aklamasi, menduduki kantor," katanya menambahkan.

Rebutan memimpin
Politik kini makin menjadi sumber daya yang dipertaruhkan untuk keuntungan material. Kedudukan pengurus partai sangat diimpikan karena mendapat keuntungan material. "Itu juga menjelaskan mengapa pimpinan partai menjadi rebutan. Bukan untuk kepentingan ideologis, tetapi untuk daya tawar ekonomi.

Sebagai bagian solusi, harus ada upaya pembelajaran dan pelaziman kolektif pada partai politik tentang manajemen partai politik modern. Proses ini harus dibarengi kontrol publik untuk memberi penyadaran bahwa mendirikan parpol harus punya dukungan sosial.
Dalam kondisi yang demikian bagi mereka yang optimis, perpecahan partai politik merupakan proses wajar dalam masa transisi demokrasi. "Dalam perjalanan waktu diharapkan pelan-pelan berubah. Tapi bagi yang pesimis, kondisi ini cuma menunjukkan para politisi yang belum mereformasi diri menjadi partai modern,

selanjutnya...

Pendidikan Indonesia Perlu Dipetakan Kembali

Di tengah benang kusut permasalahan pendidikan di Indonesia, pemetaan kembali dirasa perlu. Pemetaan tersebut dapat menjadi bekal bagi pemimpin mendatang untuk pengembangan pendidikan nasional. Setidaknya Tilaar berpendapat, ada delapan masalah pendidikan yang harus menjadi perhatian. Kedelapan masalah itu menyangkut kebijakan pendidikan, perkembangan anak Indonesia, guru, relevansi pendidikan, mutu pendidikan, pemerataan, manajemen pendidikan, dan pembiayaan pendidikan.

Permasalahan tersebut sebetulnya sudah teridentifikasi dalam skala berbeda dalam Penelitian Nasional Pendidikan (PNP) pada tahun 1969 saat sekitar 100 pakar pendidikan dari seluruh Indonesia berkumpul di Cipayung. Namun, setelah lebih dari 30 tahun berlalu, perubahan belum banyak. Contohnya, mengenai perkembangan anak sebagai salah satu titik sentral dari proses pendidikan anak. Pengetahuan tentang perkembangan anak Indonesia nihil. Hampir tidak ada penelitian pengembangan tentang anak Indonesia secara psikologi, antropologi, filsafat dan pedagogik.Demikian pula terkait dengan kebijakan. Masyarakat mempunyai persepsi negatif terhadap pendidikan di Indonesia dengan pemeo "ganti menteri ganti kebijakan".

"Banyak kebijakan berganti tanpa dievaluasi sebelumnya. Dulu ada sistem cara belajar siswa aktif (CBSA), link and match, di masa reformasi muncul konsep setengah matang seperti munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi, manajemen berbasis sekolah, lifeskill, komite sekolah dan dewan pendidikan yang membingungkan,"
Pengamat pendidikan Prof Dr Winarno Surakhmad mengatakan, mengurai benang kusut pendidikan perlu dimulai dari memahami falsafah pendidikan. Falsafah pendidikan itu yang nantinya menjadi dasar sehingga tidak masalah dengan pergantian kepemimpinan atau kebijakan.

Hal mendasar yang dilupakan adalah pendidikan itu memanusiakan manusia dan belajar untuk hidup. Ini yang tidak disadari oleh kebanyakan guru.

selanjutnya...

Format Baru Perjuangan Aktifis Muda

Bukan pemuda kalau tidak radikal, tetapi bukan seorang bijak kalau sampai tua tetap radikal

Ungkapan lama itu yang pertamakali terlintas di pikiran saat menyimak buku “Gerakan Aktifis Muda” karya M Yudhie Haryono ini. Pikiran demikian adalah wajar mengingat sepak terjang para aktifis muda selama ini adalah bahwa sejarah perubahan dan gerakan kebangkitan Indonesia adalah sejarah gerakan kaum muda. Kebangkitan Nasional yang ditandai dengan lahirnya Boedi Oetomo tanggal 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan tekad bersatu dalam nusa, bangsa dan bahasa, hingga terwujudnya kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno- Hatta tanggal 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah yang dimotori oleh kaum muda.

Peran kaum muda dalam melakukan perubahan Indonesia terus berlanjut pada masa-masa berikutnya. Menyusul Tragedi 30 September 1965, kalangan mahasiswa dan aktifis muda yang tergabung Angkatan 66 bergerak untuk membangun Indonesia yang baru. Ketika kemudian pemerintahan yang baru dipandang mulai menyimpang dari tujuan untuk dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, kaum pemuda pula yang bergerak untuk meluruskannya seperti ditandai dengan gerakan mahasiswa tahun 1974 serta tahun 1978. Pada akhirnya, gerakan kaum mudalah yang dapat mengakhiri kekuasaan Orde Baru, melalui Gerakan Reformasi 1998.

Melalui Gerakan Reformasi yang dimotori kaum muda itu bangsa Indonesia menegaskan jalan yang dipilihnya untuk mewujudkan cita-cita bersama, Jalan yang menjadi pilihan bangsa ini sudah sangat jelas tanpa keragu-raguan lagi, yakni jalan demokrasi. Bangsa ini meyakini bahwa demokrasi merupakan jalan terbaik untuk dapat mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat. Pada akhirnya, demokrasi juga dipercaya dapat membongkar sekat-sekat sosial, politik, bahkan ekonomi sehingga terwujud kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat.

Untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut secara ideal memang masih memerlukan usaha keras serta panjang. Namun, setahap demi setahap, pilihan untuk menempuh jalan demokrasi tersebut telah semakin menunjukkan hasil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasil itu setidaknya berupa pelaksanaan demokrasi yang semakin membaik bila diukur dengan indikator-indikator yang dikemukakan oleh para pakar, seperti Robert A. Dahl. Bangsa ini telah memeiliki partai politik, pemilu, hingga kebebasan pers yang dijamin undang-undang. Keberadaan unsur-unsur demokrasi itu memang belum mencukupi dan masih harus pula ditopang dengan penguatan kelembagaaan seperti pemerintahan yang dipilih; pemilu yang bebas, adil dan berulang; aparat negaara yang merakyat; kebebasan berekspresi; akses terhadap sumber-sumber informasi alternatif; asosiasi-asosiasi yang otonom; kewarganegaraan yang inklusif dan bukan eksklusif. Apapun kekurangannya, pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat dikatakan telah semakin membaik.

Penulis,
Ahmad Ogie Sugiyono
(Mahasiswa UIN Jakarta)


selanjutnya...

Anda Klik; anda mendapat rupiah

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP